Pair of Vintage Old School Fru
Pabro Janari
Mari Berjalan Bersama Pikiranku





HomeGuestAbout
category Bukan Puisi

Salinan Surat Untuk Hadisa Amical Aimer (bag II)

Sisa Cerita (Bual)

Sengaja pagi ini aku bermalas-malas sambil menatap langit-langit kamarku.
Langit-langitnya selalu malam,
yang ditempeli guntingan-guntingan bentuk bintang dari kertas berisi ratusan sajak puisi tentang aku dan kamu adalah sebuah pencapaian cinta.

Di lantai atas kamarku,
Aku ditemani secangkir kebahagiaan dari aroma mocca favoritmu.
Sambil sandar di pintu abu-abu tua yang sesekali aku lihat gantungan kuncinya berusaha melontar memori tentang si pembuatnya.
Gantungan kunci sederhana dari dua buah gelang rajut yang
bersimpul dua dan terikat jadi satu,
mengartikan kamu dan aku adalah satu, yang mampu membuka pintu kebersamaan juga menutup rapat pintu perpisahan.
Di sisi belakang daun pintunya ada coretan aksara jawa dari mungil jari-jarimu bertuliskan,
"Bila Kau Tutup Ingatlah Aku"

Diluar mendung makin pekat menebal di jemput rintik kecil air langit.
benak ku,
"Ada apa ini ?...
kenapa surya tak menamparkan teriknya untuk menyulut hasratku melupakanmu."

Kemudian kureguk kebahagiaan dari cangkir yang meluap oleh air luapannya melewati pipi dari mataku.
Sudah bisa kubayangkan luap kebahagiaannya pelan pudar lalu pergi berbareng tangis gerimis dikejar hujan pagi ini.

Serasa dibawa kenangan,
aku hampiri sekolah yang dulu tempat kita saling lempar-terima kata cinta.
Dulu di kelas ini,
aku sering memutus konsentrasi belajarmu dengan tatapan peluk.
Tatapan tak tirus,
merangkak merayap berlari dan meresap di ladang hatimu.

Kelasmu tepat di timur kelasku,
tak khayal lebih seringnya ku menoleh ke arahmu daripada mengamati papan hitam berisikan rumus hukum coulomb.
Setiap pagi aku seperti mendapati dua sinar cinta yang menyinariku.
Satu sinar surya dari langit yang setia menghangati bumi,
Satu sinar dari dirimu yang tak jenuh menghangati hati terkasih.

Lagi, kulewati sebelah pojok sekolah,
tempat kita berpuisi gombal di sela jeda kelas.
Dindingnya masih ada guratan-guratan koin dengan urutan kata lebih banyak majasnya.
Kurekatkan telapak tanganku dengan dindingnya supaya lebih jelas masa-masa kita saling menghantui lewat rindu.
Bangku usang termakan rayap bagian kaki-kakinya juga belum terusik dari tempatnya, bangku untuk kita berpangku keluh.

Jalanku terarah menuju sisi depan kantin sekolah.
Jalan beton namun di pinggirnya di tumbuhi rumput liar.
Yang kuingat kala itu,
kamu ucap retetan kalimat,
"Ketika Kita Membuat Cinta Pastilah Bertebaran Iri Benci Di Sekitar Cinta, Namun Ketita Kita Buat Kebencian Pastilah Tak Kita Temui Cinta Di Sekitarnya"

Bagian yang paling kusuka seusai jam kelas,
kita luruh ditepi taman kota. Larut di teduh pohon, disitu banyak upaya tercurah untuk membuat baris-baris huruf, kita pungut kepingan-kepingannya hingga empat bahkan enam bait lebih.
Entah kenapa susunan huruf-huruf itu seperti bekerja, pelan dan pasti resap kemudian paras-parasnya muram lumat.
Berdiriku diatas bumi, kubawa sedepa kata bual dari pena cinta
untukmu--menjadi kata berubah kalimat dan berakhir dilembar puisi.
Isi hati, bibir, lengan hingga dewasamu adalah puisiku, apapun itu.

Aku mengaku,
aku tak pandai menyusun puisi untuk disukai orang. Namun kupastikan, aku berpuisi dalam cinta--tak ada ujung dan tepian.
Bahkan aku sering dirundung tanya,
seberapa luas arti cinta?
Siapa saja yang mampu mengukur luasnya, aku meyakini dialah yang tak mengenal cinta.
Cinta adalah bungkus dari kejujuran, kebahagiaan, tak memihak dan segala bentuk kebaikan dalam hingga luar semesta raya.

Banyak hal gila yang kita buat,
menempuh perjalanan hampir delapan jam hingga dini hari hanya untuk rebah di kaki gunung.
Lalu ku tanya,
"Apa yang kamu inginkan saat ini ?"
"Aku hanya ingin rebah diatas tubuhmu, akankah langit cemburu atas kemesraan kita ?"

Apakah ini yang dinamai doktrin cinta,
bersama cinta aku kenyang.

Dan mungkin masih banyak lagi kenangan yang belum sempat aku tulis.
Lembaran yang kosong tetap ku biarkan kosong hanya untuk ruang dimana kenangan akan bergerak sesukanya.
Egois memang, aku menyebut kenangan hanya untuk orang yang terpisah.
Setidaknya aku telah berusaha mencari cara untuk membangun tempat sederhana untuk kenangan bernaung ataupun berdiam.

2.jpg
"I dont understand why destiny makes two people meet when there is no way can be together"

back to posts
Comments:
[2016-03-16 16:42:30] gampopa :

Salut

[2016-04-19 21:12:27] Lena :

Sedih.


UNDER MAINTENANCE